ZIONISME SEBAGAI AKAR PERMASALAHAN PALESTINA

  1. Pengertian Zionisme

Nama ‘Zionisme’ berasal dari kata ‘Zion’, yaitu nama sebuah kawasan di Jerusalem yang menjadi pusat pergerakan orang-orang Yahudi. Lama kelamaan, ‘Zion’ dirujuk kepada Yerusalem, dan kemudian merujuk pula kepada pemikiran bahwa ‘Yahudi sebagai kaum terpilih’. Zionisme adalah sebuah gerakan kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk kembali lagi ke Zion, bukit di mana kota Yerusalem berdiri. Zionisme pada awalnya adalah gerakan keagamaan yang kemudian dipolitisasi sehingga menjadi sebuah gerakan politik yang radikal yang menyebabkan Zionisme menjadi ideologi yang jauh dari agama. Gerakan yang muncul di abad ke-19 ini ingin mendirikan sebuah negara Yahudi di tanah yang kala itu dikuasai Kekaisaran Ottoman (Khalifah Ustmaniah) Turki.

Zionisme merupakan gerakan Yahudi Internasional. Tujuan Zionisme adalah untuk menciptakan sebuah kediaman bagi bangsa Yahudi di Palestina yang dijamin oleh hukum publik. Istilah Zionisme pertama kali dipakai oleh perintis kebudayaan Yahudi, Mathias Acher (1864-1937), dan gerakan ini diorganisasi oleh beberapa tokoh Yahudi antara lain Dr. Theodor Herzl dan Dr. Chaim Weizmann. Dr. Theodor Herzl menyusun doktrin Zionisme sejak 1882 yang kemudian disistematisasikan dalam bukunya "Der Judenstaat" (Negara Yahudi) (1896). Doktrin ini dikonkritkan melalui Kongres Zionis Sedunia pertama di Basel, Swiss, tahun 1897.

  1. Faktor Pendorong Munculnya Zionisme

Proses tersebarnya bangsa Yahudi ke seluruh dunia telah berjalan sejak selesainya masa pembuangan di Babilonia pada abad 6 SM. Di awal abad 1 Masehi saja, diperkirakan terdapat lima juta orang Yahudi yang tersebar di wilayah kekaisaran Romawi. Bangsa Yahudi adalah salah satu bangsa di dunia ini yang memiliki kesadaran rasial dan nasionalisme yang amat kuat. Meski negara mereka telah hancur dan telah berabad-abad menetap di negeri orang, mereka tetap memelihara identitas mereka sebagai orang Yahudi. Hal yang memungkinkannya adalah karena tedapat ikatan keagamaan yang amat kuat, yang di dalamnya terpatri pula kesadaran sejarah nenek moyangnya di masa lampau.

Kaum Yahudi yang hidup di Eropa seringkali menderita penindasan oleh masyarakat Eropa karena mereka dianggap sebagai kaum elit. Pemimpin-pemimpin bisnis Yahudi cenderung memberikan jabatan kepemimpinan diantara orang-orang Yahudi, dan banyak orang Yahudi yang tidak berusaha untuk berbaur secara sosial dengan masyarakat non-Yahudi. Keberhasilan keuangan kaum Yahudi juga menyebabkan mereka punya pengaruh politik. Selain itu, kaum Yahudi percaya bahwa mereka adalah ‘bangsa pilihan’. Hal-hal ini menyebabkan timbulnya sikap anti-Semitisme di Eropa, dan puncaknya adalah Holokaus oleh Nazi Jerman di Perang Dunia II.

Akibat dari penindasan di Eropa, timbulah gerakan Zionisme yang muncul pada abad ke-19. Dua hal yang menjadi ciri menonjol Eropa abad ke-19, yakni rasisme dan kolonialisme, telah pula berpengaruh pada Zionisme. Gagasan rasis, terutama akibat pengaruh teori evolusi Darwin, tumbuh sangat subur dan mendapatkan banyak pendukung di kalangan masyarakat Barat. Zionisme muncul akibat pengaruh kuat rasisme yang melanda sejumlah kalangan masyarakat Yahudi.

Zionisme intinya adalah gerakan politik yang menginginkan terbentuknya negara Yahudi dan ini disebut sebagai “Tanah Air Negara Yahudi”. Kaum Zionis awal berurusan dengan masalah politik dan pemeliharaan budaya Yahudi. Kebanyakan pemimpin utama kelompok ini adalah Yahudi sekuler dan bukan Yahudi religius, misalnya Dr. Theodor Herzl yang merupakan seorang wartawan Yahudi yang sangat berpemikiran sekular. Beliau tidak begitu mementingkan peninggalan Yahudinya sehingga dia sendiri terlibat di dalam liputan pembicaraan Alfred Dreyfus, seorang kapten Yahudi di dalam tentera Perancis yang telah dituduh membocorkan rahasia kepada Jerman. Perbicaraan ini telah menyebabkan satu sentimen anti-Yahudi. Ini menyedarkan Herzl kepada perlunya sebuah negara yang khas untuk orang-orang Yahudi. Zionisme bertujuan untuk mendirikan Negara Israel, dan mengajak semua Yahudi di dunia untuk tinggal di sana.

Gerakan Zionis terpecah diantara kaum Yahudi yang di satu pihak menginginkan tanah air yang sekuler dan di lain pihak menginginkan tanah air yang berdasarkan aturan agama. Pada mulanya Herzl belum menegaskan di mana letak tanah air bangsa yahudi akan dibangun. Mula-mula disebut Argentina atau Palestina, dan Inggris yang menawarkan Uganda sebagai tempat tinggal bangsa Yahudi. Tetapi dalam kongres kaum Zionis pertama di Basel, Swiss tahun 1897, mereka menetapkan Palestina sebagai pilihannya. Banyak kaum Zionis yang menganggap Palestina sebagai negara religius mereka, karena terdapat Haikal Sulaiman yang merupakan kebanggaan bagi kaum Yahuni. Kaum religius Yahudi mengatakan bahwa di bawah tanah Masjidil Aqsha-lah sebelumnya Haikal Sulaiman berdiri. Banyak kaum religius Yahudi yang menganggap sudah kewajiban mereka untuk menguasai tanah mereka, sama seperti yang tertulis di kitab suci mereka ketika kakek moyang mereka menghadapi bangsa Filistin dan Kanaan. Para pemimpin politik sekuler lalu mulai menggunakan pesan-pesan religius untuk mensahkan tindakan politik mereka.

Di akhir Perang Dunia I, Kekaisaran Ottoman (Turki Utsmani) kalah dan Inggris berkuasa atas tanah Palestina melalui mandat dari Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations). Inggris kemudian terlibat dalam persetujuan-persetujuan yang saling bertentangan yakni negara Yahudi di Palestina dan juga Palestina yang dikuasai oleh Arab saja. Tidaklah mungkin bagi Inggris untuk memenuhi perjanjian-perjanjian ini seluruhnya.

Genocide atas bangsa Yahudi oleh Nazi Jerman yang diperkirakan lima juta orang Yahudi tewas dibantai, semakin membulatkan niat bangsa Yahudi untuk mewujudkan cita-cita Zionis mereka. Gelombang imigrasi Yahudi ke Palestina, baik legal maupun ilegal, tidak bisa lagi dibendung. Organisasi-organisasi gerilya Yahudi semakin bertambah kuat dan brutal. Perkembangan situasi di Palestina pasca Perang Dunia 2 semakin mencemaskan. Tanah Palestina saat itu dihuni oleh sekitar setengah juta orang. Kaum mayoritas adalah para petani dan pekerja Arab yang tinggal di daerah pedesaan. Begitu gerakan Zionisme berkembang, penghuni-penghuni Yahudi mulai membeli lahan-lahan tanah yang luas dari pemilik tanah Palestina. Masyarakat Yahudi juga mulai meninggalkan Eropa dan bermukim di Palestina, dan ini mengakibatkan timbulnya nasionalisme Arab di seluruh daerah Palestina.

[+/-] Selengkapnya...

SEJARAH KUNO ISRAEL DAN BANGSA ARAB-PALESTINA

  1. Sejarah Kuno Israel

Menurut kisah kitab-kitab suci umat Islam, Kristen, maupun Yahudi, bangsa Arab dan Yahudi sesungguhnya serumpun, yakni keturunan Nabi Ibrahim, seorang nabi yang karena imannya meninggalkan Mesopotamia menuju sebuah tanah asing yang dijanjikan Tuhan, yakni Kanaan (disebut demikian karena wilayah ini pernah dikuasai oleh bangsa Kenite, namun pernah juga di sebut Palestina ketika bangsa Filistin menguasainya).Bangsa Arab yang sejak semula menetap di Jazirah Arabia berasal dari keturunan putra Nabi Ibrahim yang tertua (Ismail). Sedang dari putra kedua (Ishak), turun ke Nabi Yakub, yang salah satu di antara keturunannya adalah Yehuda (kerap disebut Yahudi).

Sejarah bangsa Israel di Palestina telah dimulai sekitar abad 14 sebelum masehi. Kerajaan Israel yang pertama berkembang di masa pemerintahan Nabi Daud, yang membangun kota benteng di atas bukit Zion, yang dinamai Yerusalem. Kerajaan Israel menacapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Nabi Sulaiman putra Daud (sekitar 975 – 935 SM). Di zaman inilah didirikan bangunan suci Israel yang megah di Yerusalem, yang disebut disebut Baitullah atau Heikal Sulaiman, yang kemegahannya selalu dikenang oleh bangsa Yahudi sepanjang masa.
Sepeninggal Sulaiman kerajaan Israel cepat mundur karena perpecahan, sehingga sejak abad 8 SM, bangsa Israel berturut-turut silih berganti dijajah Bangsa Assyiria, Babilonia, Persia, Yunani, dan Romawi. Ketika pada tahun 586 SM bangsa Babilonia menyerang Israel, Kota Yerusalem dan Baitullah dihancurkan, dan ribuan orang Israel dijadikan budak.

Pada tahun 70 SM, bangsa Romawi berhasil menguasai wilayah tersebut dan hampir separuh penduduk terbunuh dan sisanya dievakuasi. Namun bisa diredam oleh Jenderal Vespasianus, dan untuk kedua kalinya Kota Yerusalem dibakar. Sejak peristiwa itu, banyak orang-orang Yahudi makin tersebar di mana-mana (diaspora).

Kemudian secara diam-diam orang Arab berusaha kembali, begitu pula dengan bangsa Yahudi. Palestina kemudian direbut oleh Kerajaan Islam Arab di bawah pimpinan Khalifah Umar (+ 600 tahun M). Orang-orang Arab berdatangan ke kota Yerusalem dan mengembangkan agama Islam. Meskipun Yerusalem berada di bawah kekuasaan Islam, namun orang-orang Arab memberikan toleransi yang besar kepada orang-orang Kristen dan bangsa Yahudi untuk beribadah dan belajar bahasa Arab.

Setelah orang-orang Yahudi pergi meninggalkan negeri mereka dan tersebar di berbagai negeri, sehingga jumlah penduduk Yahudi di Palestina semakin menipis; sedang penduduk Arab yang semula pendatang semakin bertambah banyak. Tetapi sejak akhir abad ke-19, orang-orang Yahudi berhasil masuk ke Palestina berkat dukungan gerakan Zionisme (1877) yang diprakarsai oleh Theodore Herzl (1860-1904). Zionisme pada awalnya adalah gerakan keagamaan yang kemudian dipolitisasi sehingga menjadi sebuah gerakan politik yang radikal.

  1. Bangsa Arab-Palestina

Bangsa Arab-Palestina bukanlah orang Palestina dan bukan juga bangsa Palestina, melainkan adalah orang-orang Arab yang tinggal, lahir, atau bekerja ditanah Palestina. Sebelum Islam berkembang di abad 7 M, telah banyak saudagar Arab bermukim di Palestina. Setelah Islam berkembang dan Khalifah Umar bin Khattab berhasil merebut Palestina dari tangan Romawi, banyak orang Arab menetap di Palestina. Negeri Palestina dengan kota Yerusalemnya memang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan beragama umat Islam, mengingat Yerusalem juga merupakan lokasi salah satu bangunan suci umat Islam, yaitu Masjidil Aqsa (Baitul Maqdis). Mesjid ini merupakan salah satu dari tiga masjid utama Islam yang disucikan, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di Masjidil Aqsa inilah Nabi Muhammad SAW memperlihatkan mukjizat Mi’rajnya. Setelah bangsa Arab menetap berabad-abad di Palestina, mereka berkembang menjadi mayoritas. Wajar jika mereka kemudian menganggap Palestina sebagai negeri dan tanah airnya.

Saat Palestina dikuasai Turki pada 1517 – 1919, orang-orang Yahudi mulai kembali menetap di Palestina. Sampai 1914, penduduk Yahudi baru berjumlah 90.000 orang diantara mayoritas penduduk Arab. Meski demikian kedua bangsa itu bisa hidup berdampingan secara damai. Pertentangan Arab - Palestina baru terjadi sejak Palestina dikuasai Inggris (1920 – 1948), yaitu saat imigran-imigran Yahudi membanjiri Palestina dengan membawa cita-cita Zionisme; suatu cita-cita yang mengancam hak hidup bangsa Arab-Palestina di negeri dan tanah airnya sendiri.


[+/-] Selengkapnya...

dUka Qta.............

AKAR MASALAH PALESTINA


Sejarah kaum Yahudi bermula dengan Ibrahim (Abraham), dan kisah tentang Ibrahim pula bermula. Kisah Ibrahim ini menceritakan bahwa Tuhan memerintahkannya supaya meninggalkan tanah air, sambil menjanjikan tanah kediaman baru di Kanaan untuk beliau dan keturunannya. Tanah inilah yang sekarang dikenali sebagai Israel, yang keturunannya adalah orang-orang Yahudi. Tanah ini selalu dirujuk sebagai ‘Tanah yang dijanjikan’ kerana Tuhan telah beberapa kali berjanji untuk memberikan tanah itu kepada keturunan Abraham. Di dalam Torah, tanah itu kerap digambarkan sebagai tanah yang baik dan ‘tanah yang kaya dengan susu dan madu. Gambaran ini amat bertentangan dengan keadaan padang pasir yang kita lihat, tetapi perlu diingatkan bahwa tanah ini telah dikuasai oleh penjajah-penjajah yang bersungguh-sungguh ingin menjadikannya sebuah tempat yang tidak boleh didiami oleh kaum Yahudi. Yahudi telah mendiami tanah ini sejak penaklukan pertama oleh Joshua, 3200 tahun yang lalu. Dilandasi oleh latar belakang sejarah dan keinginan untuk menciptakan sebuah kediaman tersendiri bagi bangsa Yahudi inilah yang menyebabkan kaum Yahudi merasa wajib untuk kembali ke ‘Tanah Perjanjian’ mereka.

Konflik Israel-Palestina ini bukanlah sebuah konflik dua sisi yang sederhana, seolah-olah seluruh bangsa Israel (atau bahkan seluruh orang Yahudi yang berkebangsaan Israel) memiliki satu pandangan yang sama, sementara seluruh bangsa Palestina memiliki pandangan yang sebaliknya. Di kedua komunitas terdapat orang-orang dan kelompok-kelompok yang menganjurkan penyingkiran teritorial total dari komunitas yang lainnya, sebagian menganjurkan solusi dua negara, dan sebagian lagi menganjurkan solusi dua bangsa dengan satu negara sekular yang mencakup wilayah Israel masa kini.

Sejak Persetujuan Oslo, pemerintah Israel dan Otoritas Palestina (OP) secara resmi telah bertekad untuk akhirnya tiba pada solusi dua negara. Masalah-masalah utama yang tidak terpecahkan di antara kedua pemerintah ini adalah Status dan masa depan Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur yang mencakup wilayah-wilayah dari Negara Palestina yang diusulkan, Keamanan Israel dan Palestina, Hakikat masa depan Negara Palestina, Nasib para pengungsi Palestina, dan Kebijakan-kebijakan pemukiman pemerintah Israel, dan nasib para penduduk pemukiman tersebut, serta Kedaulatan terhadap tempat-tempat suci di Yerusalem. Masalah pengungsi muncul sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Masalah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur muncul sebagai akibat dari Perang Enam Hari pada 1967.

Masalah Palestina atau sengketa Arab–Israel tentang tanah Palestina telah setengah abad lebih memenuhi halaman sejarah Timur-tengah. Bangsa Yahudi sebagai bangsa pendatang baru, karena alasan-alasan historis dan religius telah mengklaim Palestina sebagai tanah airnya. Penduduk Arab-Palestina yang sejak berabad-abad mendiami tanah itu mempertahankannya pula sebagai tanah airnya. Masalah Palestina semakin bertambah rumit dengan ikut campur-tangannya negara-negara besar (barat) yang melibatkan kepentingannya dalam persoalan tersebut.

[+/-] Selengkapnya...

 

Text

Followers